Pribadi manusia tidak hanya fisik, tetapi juga jiwa dan roh. Hal ini menjadikan manusia lebih bermartabat dan lengkap di banding makhluk yang lain.
1. Struktur Dasar Manusia: Roh, Jiwa, dan Raga
Santo
Paulus dalam suratnya kepada jemaat di Roma mengatakan, raga atau tubuh sebagai
persembahan yang hidup kepada Allah. Keberadaan kita di dunia ini, untuk
memperbaharui budi dan mengetahui serta selalu mencari kehendak Allah dalam
menemukan yang baik dan sempurna.
Bahwa
kita manusia ini hanya sebatas raga atau tubuh jasmaniah yang tanpa arti. Raga
atau jasmaniah ini hanyalah seonggok daging yang sama dengan makhluk lain.
Tetapi kita perlu melihat ke dalam, bahwa di dalam raga jasmaniah ini ada jiwa
dan roh yang selalu membuat kita menjadi lebih sempurna dan baik adanya.
Paus
Yohanes Paulus II mengajak kita menghargai raga atau tubuh jasmaniah ini dalam
satu kesatuan yang mendalam, bahwa di dalam tubuh ada kesucian yang harus
senantiasa kita junjung, karena Allah telah menciptakan kita dengan rencana
yang indah, “…..tubuh sesungguhnya mampu membuat kita melihat apa yang tidak
kelihatan, yang spiritual dan yang ilahi. Tubuh telah diciptakan untuk
menyalurkan ke dalam dunia yang kelihatan ini, misteri yang tersembunyi sejak
awal dalam diri Allah…. Dan karena itu tubuh menjadi tanda bagi misteri itu.
Raga atau tubuh jasmaniah merupakan tanda pernyataan diri Allah dan rencana-Nya
bagi umat manusia”.
Di
dalam raga atau tubuh jasmaniah kita ini, ada jiwa dan roh yang perlu terus
kita pelihara. Jiwa dan roh inilah yang memungkinkan kita mempunyai perasaan,
kehendak, dan pemikiran yang membedakan kita dengan makhluk ciptaan Allah yang
lain. Jika kita lihat kisah Kejadian, begitu indah dilukiskan bagaimana Allah
menciptakan manusia. Allah telah “membentuk manusia itu dari debu tanah dan
menghembuskan napas hidup ke dalam hidungnya, demikianlah manusia itu menjadi
makhluk yang hidup” (Kej 2:7). Embusah napas inilah yang memberikan kita
kehidupan. Napas dari “Yang Mahakuasa” yang memberikan hidup (Ayb 33:4); yang
diembuskan-Nya ke dalam lubang hidung dari tubuh Adam yang belum bernyawa.
Napas inilah yang menjadikan kita mempunyai “roh” sehingga membuat kita menjadi
manusia yang berjiwa dan hidup.
Sebagai
pribadi, manusia mempunyai tiga unsure penting yang tak bisa dilepaskan, yaitu
roh, jiwa, dan raga. Manusia adalah kesatuan ketiganya tidak bisa dipisahkan,
hal ini memberikan makna kepada kita, bahwa pribadi manusia sebagai suatu yang
bersifat imani dan suci terhadap raga. Dengan roh-jiwa ini, maka setiap pribadi
manusia lebih bermartabat dan luhur.
Raga
yang kita miliki adalah kudus adanya. Walaupun raga ini mempunyai
keterbaatasan-keterbatasan alami, seperti kecacatan dan rasa sakit, yang pada
akhirnya akan rentan, tatapi raga ini adalah Bait Suci kita. Di dalamnya ada
Roh Allah yang bekerja bagi pertumbuhan dan perkembangan pribadi kita. Tentu
bait Allah adalah kudus dan suci, demikian tubuh kita haruslah kudus dan suci.
Raga kita adalah tempat di mana Roh Allah diam di dalam hati kita. Tubuh kita
adalah milik Tuhan serta menjadi tempat Tuhan bersemayam dan berkarya
mengadirkan karya keselamatan-Nya.
Maka
kita perlu memahami tubuh kita yang terdiri dari raga, jiwa dan roh. Kita perlu
memikirkan apa arti hidup dan bagaimana kita memandangnya, kalau kita tidak
memiliki arti hidup atau salah memandangnya, orang juga tidak akan mengerti
tubuhnya atau menyalahgunakan tubuhnya sendiri. Tubuh kita bukan untuk
direndahkan bergitu rupa atau digunakan untuk sesuatu yang sia-sia dan tidak
berarti. Kita perlu menyadari bahwa kita memiliki roh, jiwa dan raga yang tak
terpisahkan, sehingga dengan demikian kita juga memiliki perasaan, pemikiran
dan kehendak.
2. Kemampuan dasar Manusia, Pikiran, Perasaan,
Kehendak, dan Tindakan.
Roh,
jiwa, dan raga tak terpisahkan dan menjadi satu kesatuan did ala tubuh kita.
Kita bukanlah seperti robot, pribadi yang tak bernyawa, tetapi mempunyai
pikiran, perasaan, kehendak, dan tindakan. Karena mempunyai pikiran,
prasaan, kehendak, dan tindakan inilah yang membuat manusia “lebih”
dibandingkan dengan segala makhluk yang ada di bumi. Banyak gambaran yang
muncul mengenai manusia. Manusia sering disebut sebagai homo
ssapiens, yang berarti manusia yang arif, karena memiliki akal budi
dan mengungguli makhluk yang lain. Manusia sering juga disebur sebagai homo
faber, karena mampu menggunakan berbagai alat yang ada dan
menciptakannya. Sering juga manusia disebut sebagai homo ludens, yaitu
makhluk yang suka bermain. Begitu juga dengan sebutan lain, homo
symbollicum dan homo socio-economicus, karena manusia
mampu mencipta dan berkomunikasi dengan symbol-simbol, dan mengelola materi
hidupnya.
Manusia
mempunyai pikiran dan kehendak. Kehendak merupakan bentuk dorongan hati untuk
melakukan sesuatu hal, baik itu dipengaruhi oleh nilai-nilai positif kebajikan
atau memang negatife. Di dalam kehendak ada kemauan dan keinginan. Kemauan
lebih merupakan dorongan untuk melakukan sesuatu karena ada pengaruh dari luar
diri. Kemauan mengindikasikan adanya suatu tindakan yang akan dilakukan sebagai
reaksi atas tawaran tertentu dari luar dirinya. Sementara keinginan, dari kata
dasar ‘ingin’, menunjukkan adanya suatu kebutuhan terhadap sesuatu, bukan hanya
kebutuhan melainkan juga adanya dorongan untuk memuaskan diri. Kehendak manusia
memiliki dua pemahamam. Pertama, bahwa kehendak itu bersifat dorongan fitrah
atau naluriah yang bersifat sosial. Kedua, sering disebut sebagai keinginan.
Biasanya menggambarkan kehendak yang bersifat lebih egoistik.
Pemikiran
dan kehendak inilah yang membawa kita menjadi manusia yang juga berperasaan dan
sekaligus mampu untuk bertindak. Perasaan yang ada bukan hanya terbatas pada
cinta, marah dan sedih, namun banyak ungkapan perasaan. Perasaan menggambarkan
ungkapan hati seseorang yang kuat akan suatu hal, baik yang bersifat
menyenangkan atau menggelisahkan. Perasaan inilah yang membuat kita luhur,
bermartabat, dan unik. Tentu semua itu dilatarbelakangi oleh pemikiran hati
yang ada di dalam diri kita. Setiap perbuatan atau tindakan kita selalu
dituntun oleh hati dan pikiran kita. Pikiran yang memerintahkan sesuatu di
dalam diri kita untuk melakukan sesuatu. Apa pun sisi perintahnya, hati dan
pikiran selalu mempengaruhinya. Kualitas tindakan kita sangat tergantung pada
kualitas hati dan pikiran kita. Benar atau salahnya ditentukan oleh penilaian
pikiran. Baik atau tidaknya berada di bawah wewenang hati. Dalam Ijil Matius
dikatakan, “Mata adalah pelita tubuh, jika matamu baik, teranglah seluruh
tubuhmu, jika matamu jahat, gelaplah seluruh tubuhmu…”. Pikiran dan hati
merupakan ‘mata’ bagi diri kita dalam melakukan tindakan yang berikutnya,
apakah itu baik atau buruk.
Dengan
kesadaran, manusia dapat memahami semua perilaku dan tindakannya. Hanya saja
untuk selalu bertindak dan berperilaku baik, manusia harus memiliki tidak saja
kesadaran semata tetapi lebih dari itu yaitu kesadaran moral. Atas
kesadaran moral itulah manusia dapat memilih itndakan yang baik dan buruk.
Dengan kesadaran moral ini manusia akan merasa wajib untuk berbuat baik tanpa
paksaan dan tekanan dari manapun juga, semua didasarkan atas keputusan hati
nuraninya.
COMMENTS