Gereja adalah persekutuan yang semua anggotanya sungguh-sungguh sederajat martabatnya, sederajat pula kegiatan umum dalam membangun Tubuh ...
Gereja
adalah persekutuan yang semua anggotanya sungguh-sungguh sederajat martabatnya,
sederajat pula kegiatan umum dalam membangun Tubuh Kristus (LG 31). Ada fungsi
khusus dalam Gereja yang diemban oleh hierarki, ada corak hidup khusus yang
dijalani biarawan/wati, ada fungsi dan corak hidup keduniaan yang menjadi medan
khas para awam. Tetapi yang pokok adalah iman yang sama akan Allah dalam
Kristus oleh Roh Kudus. Yang umum lebih penting daripada yang khusus.
A. Hierarki dalam
Gereja Katolik
Kata hirarki berasal dari bahasa Yunani
“hierarchy” yang berarti jabatan (hieros) suci (archos). Itu berarti bahwa yang
termasuk dalam hierarki adalah mereka yang mempunyai jabatan karena mendapat
penyucian melalui tahbisan. Maka mereka serng disebut sebagai kuasa tahbisan.
Dan orang yang termasuk hieraki disebut sebagai para tertahbis. Namun, pada
umumnya hierarki diartikan sebagai tata susunan. Hieraki sebagai pejabat umat
beriman kristiani dipanggil untuk menghadirkan Kristus yang tidak kelihatan
sebagai tubuhnNya, yaitu Gereja. Dalam tingkatan hieraki tertahbis (hierarchia
ordinis), Gereja terdiri dari Uskup, Imam, dan Diakon (KHK 330-572). Menurut
tata susunan yuridiksi (hierarchia yurisdictionis), yuriksi ada pada Paus dan
para Uskup yang disebut kolegialitas. Kekhasan hierarki terletak pada hubungan
khusus mereka dengan Kristus sebagai gembala umat.
1.
Sejarah hierarki
Struktur
hierarki bukanlah suatu yang ditambahkan atau dikembangkan dalam sejarah
Gereja. Menurut ajaran Konsili Vatikan II, struktur itu dikehendaki Tuhan dan
akhirnya berasal dari Kristus sendiri. Hal ini dapat dilihat dalam sejarah
hierarki di bawah ini:
a. Jaman Para Rasul
Awal perkembangan hirarki adalah
kelompok kedua belas rasul. Kelompok inilah yang pertama-tama disebut rasul.
Rasul atau “apostolos” adalah utusan. Akan tetapi setelah kebangkitan Kristus,
sebutan rasul tidak hanya untuk kelompok kedua belas, melainkan juga
utusan-utusan selain kelompok kedua belas itu. Bahkan akhirnya, semua “utusan
jemaat” (2Kor8:22) dan semua “utusan Kristus” (2Kor 5:20) disebut rasul. Lama
kelamaan, kelompok rasul lebih luas dari pada kelompok kedua belas rasul.
Sesuai dengan namanya, rasul diutus untuk mewartakan iman dan memberi kesaksian
tentang kebangkitan Kristus.
b. Jaman sesudah Para Rasul
Setelah kedua belas rasul tidak
ada, muncul aneka sebutan, seperti “penatua-penatua” (Kis 15:2), dan
“rasul-rasul”, “nabi-nabi”, pemberita-pemberita Injil”, gembala-gembala”,
“pengajar” (Ef 4:11), “episkopos” (Kis 20:28), dan “diakonos” (1Tim 4:14). Dari
sebutan itu ada banyak hal yang tidak jelas arti dan maksudnya. Namun pada
akhir perkembangannya, ada struktur dari Gereja St. Ignatius dari Antiokhia
yang mengenal sebutan “penilik” (episkopos), “penatua” (prebyteros), dan
“pelayan” (diakonos). Struktur inilah yang selanjutnya menjadi struktur hirarki
Gereja yang menjadi Uskup, Imam, dan diakon. Di sini yang penting, bukanlah
kepemimpinan Gereja yang terbagi atas aneka fungsi dan peran, melainkan bahwa
tugas pewartaan para rasul lama-kelamaan menjadi tugas kepemimpinan jemaat.
2.
Dasar kepemimpinan (hirarki) dalam gereja
Berdasarkan sejarah di atas, maka
kepemimpinan dalam Gereja diserahkan kepada hierarki. Konsili mengajarkan bahwa
“atas penetapan Ilahi, para usukup menggantikan para rasul sebagai penggembala
Gereja” (lih LG 20). “ Konsili suci ini mengajarkan dan mengatakan bahwa Yesus
Kristus, Gembala kekal mendirikan Gereja kudus dengan mengutus para rasul
seperti Dia diutus oleh Bapa (lih Yoh 20:21).
Para pengganti mereka, yakni para uskup, dikehendakiNya menjadi gembala
dalam gerejaNya sampai akhir jaman (lih. LG 18). Pernyataan di atas dimaksudkan
bahwa dari hidup dan kegiatan Yesus timbullah kelompok orang yang kemudian
berkembang menjadi Gereja, seperti yang dikenal sekarang. Proses perkembangan
pokok itu terjadi dalam umat perdanan (Gereja Perdana), yakni Gereja yang
mengarang Kitab Suci Perjanjian Baru. Jadi dalam kurun waktu antara kebangkitan
Yesus dan awal abad kedua secara prinsip terbentuklah hierarki gereja yang
dikenal sekarang. Wujud Gereja perdana beserta struktur kepemimpinannya menjadi
patokan bagi perkembangan Gereja selanjutnya.
3.
Struktur kepemimpinan (hirarki) dalam Gereja
Secara
struktural kepemimpinan dalam Gereja sekarang dapat diurutkan sebagai berikut:
a) Dewan Para Uskup dengan Paus
sebagai Kepalanya
Ketika Kristus mengangkat kedua
belas rasul, Ia membentuk mereka menjadi semacam dewan atau badan tetap.
Sebagai ketua dewan, Yesus mengangkat Petrus yang dipilihNya dari antara para
rasul itu. Seperti santo Petrus dan para rasul lainnya, atas penetapan Kristus
merupakan satu dewan para rasul. Begitu pula Paus (penganti Petrus) bersama
uskup (pengganti rasul) merupakan satu himpunan yang serupa. Pada akhir masa
Gereja perdana, sudah diterima cukup umum bahwa para uskup adalah pengganti
para rasul. Tetapi hal itu bukan berarti bahwa hanya ada dua belas uskup
(karena ada dua belas rasul). Bukan rasul satu persatu diganti orang lain,
tetapi kalangan para rasul sebagai pemimpin Gereja diganti oleh para uskup.
Tegasnya Dewan Para Uskup adalah pengganti Para Rasul (LG 20). Yang menjadi
pimpinan Gereja adalah Dewan Para Uskup. Seseorang menjadi Uskup karena
diterima ke dalam dewan ini. “Seseorang menjadi anggota Dewan Para Uskup dengan
menerima tahbisan sacramental dan berdasarkan persekutuan hirarkis dengan
kepala maupun para anggota Dewan” (LG 22). Sebagai lambang kolegial ini,
tahbisan Uskup selalu dilakukan paling sedikit tiga uskup, sebab tahbisan Uskup
berarti bahwa seorang anggota baru diterima ke dalam dewan Uskup” (LG 11).
Uskup itu pertama-tama adalah pemimpin Gereja setempat. Namun dalam persekutuan
Gereja-gereja setempat hiduplah Gereja universal. Dalam persekutuan dengan
uskup-uskup lain itu, para uskup setempat menjadi pemimpin Gereja Universal.
Maka uskup merupakan pemimipin Gereja setempat sekaligus pemimpin Gereja
Universal.
b) Paus
Konsili Vatikan II menegaskan
“adapun dewan atau badan para uskupp hanyalah berwibawa, bila bersatu dengan
imam agung di Roma pengganti Petrus sebagai kepala dan selama kekuasaan
primatnya terhadap semua, baik para gembala maupun kaum beriman, tetap berlaku
seutuhnya.” Sebab Imam Agung di Roma berdasarkan tugasnya, yakni sebagai wakil
Kristus dan gembala Gereja semesta mempunyai kuasa penuh, tertinggi, dan
universal terhadap gereja, dan kuasa itu selalu dapat dijalankan dengan bebas
(LG 22).
Penegasan itu didasarkan bahwa
Kristus mengangkat Petrus sebagai ketua para rasul. Yesus mengangkat Santo
Petrus menjadi ketua para rasul lainnya. Dalam diri Petrus, Yesus menetapkan
adanya asas dan dasar kesatuan iman serta persekutuan yang tetap dan kelihatan
(bdk. LG 18) Petrus diangkat menjadi pemimpin para rasul. Paus yang adalah
pengganti Petrus juga pemimpin para uskup. Menurut kesaksian tradisi, Petrus
adalah uskup Roma yang pertama. Karena itu, Roma dipandang sebagai pusat dan
pedoman seluruh Gereja. Menurt keyakinan tradisi, Uskup Roma itu pengganti
Petrus, bukan hanya sebagai uskup local melainkan terutama dalam fungsinya sebagai
ketua Dewan Pimpinan Gereja. Paus adalah uskup Roma, dan sebagai Uskup Roma, ia
adalah pengganti Petrus dengan tugas dan kuasa seperti Petrus. Tugas dan kuasa
Petrus, menurut Perjanjian Baru, begitu istimewa (Mat 16:16-19; Yoh 21:15-19),
Ia diakui sebagai pemimpin Gereja. “Para rasul menghimpun Gereja semesta, yang
oleh Tuhan didirikan dalam diri mereka dan di atas rasul Petrus, ketua mereka,
sedangkan Yesus Kristus sendiri sebagai batu sendinya” (LG 19). Fungsi dan
kedudukan Petrus sebagai pemimpin Gereja diakui pula sebagai unsure prinsip
hirarki, yang akhirnya berasal dari Kristus sendiri. Itulah tugas dan wewenang
Paus, pengganti Petrus.
c) Uskup
Pada dasarnya Paus adalah seorang
Uskup. Seorang uskup selalu berkarya dalam persekutuan dengan para Uskup lain
dan mengakui paus sebagai kepala. Karya seorang uskup adalah “menjadi asas dan
dasar kelihatan bagi kesatuan dalam GerejaNya (LG 23). Tugas pokok uskup di
tempatnya sendiri adalah pemersatu. Tugas hirarki yang pertama dan utama adalah
mempersatukan dan mempertemukan umat. Tugas ini dapat disebut tugas
kepemimpinan dan para uskup “dalam arti sesungguhnya disebut pembesar umat yang
mereka bimbing” (LG 27) Tugas pemersatu ini selanjutnya dibagi menjadi tugas
khusus menurut tiga bidang kehidupan gereja, yaitu pewartaan, perayaan, dan
pelayanan, di mana dimungkinkan komunikasi iman dalam Gereja. Dan dalam
bidang-bidang itulah para Uskup dan Paus menjalankan tugas kepemimpinannya.
Pewartaan Injil menjadi tugas terpenting (LG 25). Tugas penting selanjutnya adalah
perayaan, “mempersembahkan ibadat agama Kristen kepada Allah yang Mahaagung dan
mengaturnya menurut perintah Tuhan dan hukum Gereja” (LG 26). Selanjutnya
adalah pelayanan, “membimbing Gereja-gereja yang dipecayakan kepada mereka
sebagai wakil dan utusan Kristus, denan petunjuk-petunjuk, nasihat-nasihat, dan
teladan hidup merka, tetapi juga dengan kewibawaan dan kuasa suci” (LG
27). Dalam ketiga bidang keidupan
menggereja, Uskup bertindak sebagai pemersatu, yang mempertemukan orang dalam
komunikasi iman.
d) Pembantu Uskup: Imam dan Diakon
Dalam mengemban tugas dan
fungsinya, para uskup memerlukan “pembantu” dan rekan “kerja”, mereka adalah:
1) Para Imam: adalah wakil uskup
Di setiap jemaat setempat dalam
arti tertentu, mereka menghadirkan uskup.
“Para Imam dipanggil melayani
umat Allah sebagai pembantu arif bagi badan Uskup, sebagai penolong dan organ
mereka “(LG 28).
Tugas konkret para imam sama
seperti uskup. Mereka ditahbiskan pertama-tama untuk mewartakan Injil (lih. PO
4) dan menggembalakan umat (lih. PO )
2) Diakon: pelayan,
hirarki tingkat yang lebih rendah
Ditumpangi tangan bukan untuk imamat tetapi untuk pelayanan (LG 29). Mereka ini
juga pembantu Uskup, tetapi tidak mewakili. Para diakon adalah pembantu Uskup
dengan tugas terbatas. Dengan kata lain diakon adalah pembantu khusus uskup,
sedangkan imam adalah pembantu umum Uskup. “Kardinal”, Kardinal bukan jabaran
hirarkis dan tidak termasuk struktur hirarkis. Kardinal adalah penasehat Paus
dan membantu Paus dalam tugas reksa harian seluruh Gereja. Mereka membentuk
suatu dewan Kardinal. Jumlah dewan yang berhak memilih Paus dibatasi 120 orang
yang di bawah usia 80 tahun. Seorang Kardinal dipilih oleh Paus secara bebas.
4.
Fungsi Khusus Hierarki
Seluruh
umat Allah mengambil bagian di dalam tugas Kristus sebagai nabi (mengajar),
imam (menguduskan), dan raja (menggembalakan). Pada kenyataannya umat tidak
seragam, maka Gereja mengenal pembagian tugas tiap komponen umat (hirarki,
biarawan/wati, dan awam). Menjalankan tugas dengan cara yang berbeda. Berdasarkan
keterangan yang telah diungkapkan di atas, fungsi khusus hirarki adalah:
Menjalankan
tugas gerejani, yakni tugas-tugas yang langsung dan eksplistis menyangkut
kehidupan beriman Gereja, seprti: pelayanan sakramen-sakramen, mengajar, dan
sebagainya.
Menjalankan
tugas kepemimpinan dalam komunikasi iman. Hirarki mempersatukan umat dalam iman
dengan petunjuk, nasihat, dan teladan.
5.
Corak Kepemimpinan dalam Gereja
Kepemimpinan
dalam Gereja merupakan suatu anggilan khusus di mana campur tangan Tuhan
merupakan unsur yang dominan. Kepemimpinan Gereja tidak diangkat oleh manusia
berdasarkan bakat, kecakapan, atau prestasi tertentu. Kepemimpinan dalam Gereja
tidak diperoleh oleh kekuatan manusia sendiri. “Bukan kamu yang memilih Aku,
tetapi Akulah yang memilih kamu.” Kepemimpinan dalam mayarakat dapat
diperjuangkan oleh manusia, tetapi kepemimpinan dalam Gereja tidaklah demikian
Kepemimpinan
dalam Gereja bersifat mengabdi dan melayani dalam arti semurni-murninya,
walaupun ia sunggunh mempunyai wewenang yang berasal dari Kristus sendiri.
Kepemimpinan gerejani adalah kepemimpinan melayani, bukan untuk dilayani
Kepemimpinan
untuk menjadi yang terakhir, bukan yang pertama. Kepemimpinan untuk mencuci
kaki sesame saudara. Ia adalah pelayan. (Paus dikatakan sebagai “Servus
Servorum Dei”=hamba dari hamba-hamba Allah). Kepemimpinan dalam masyarakat
diangkat untuk memerintah dalam arti sesungguhnya. Ia memiliki kedudukan yang
“pertama”. Kepemimpinan dalam masyarakat merupakan suatu “pangkat”, tidaklah
demikian dalam Gereja.
Kepemimpinan
hirarki berasal dari Tuhan, maka tidak dapat dihapuskan oleh manusia.
Kepemimpinan dalam masyarakat dapat diturunkan oleh manusia, karena ia memang
diangkat dan diteguhkan oleh manusia.
B. Hubungan Awam
dan Hirarki sebagai Patner Kerja
Sesuai
dengan ajaran Konsili vatikan II, rohaniwan (hirarki) dan awam memiliki
martabat yang sama, hanya berbeda fungsi. Semua fungsi sama luhurnya, asal
dilaksanakan dengan motivasi yang baik, demi Kerajaan Allah.
1.
Pengertian Awam
Yang
dimaksud dengan kaum awam adalah semua orang beriman Kristiani yang tidak
termasuk golongan yang menerima tahbisan suci dan status kebiarawanan yang
diakui dalam Gereja (lih. LG 31).
Definisi
awam dalam praktek dan dalam dokumen-dokumen Gereja ternyata mempunyai 2 macam:
Definisi
teologis: Awam adalah warga Gereja yang tidak ditahbiskan. Jadi, awam meliputi
biarawan/wati seperti suster dan bruder yang tidak menerima tahbisan suci.
Definisi
tipologis: Awam adalah warga Gereja yang tidak ditahbiskan dan juga bukan
biarawan/wati. Maka dari itu awam tidak mencakup para suster dan bruder
Definisi ini dikutip dari Lumen Gentium yang rupanya menggunakan definisi
tipologis. Dan untuk selanjutnya istila “awam” yang digunakan adalah sesuai
dengan penegrtian tipologis di atas
2.
Peranan Awam
Peranan
Awam sering disitilahkan sebagai Kerasulan Awam yang tugasnya dibedakan sebagai
Kerasulan internal dan eksternal.
Kerasulan
internal atau kerasulan “di dalam Gereja” adalah kerasulan membangun jemaat.
Kerasulan ini lebih diperani oleh jajaran hirarkis, walaupun awam dituntut juga
untuk mengambil bagian di dalamnya.
Kerasulan
eksternal atau kerasulan “dalam tata dunia” lebih diperani oleh para awam.
Namun harus disadari bahwa kerasulan dalam Gereja bermuara pula ke dunia.
Gereja tidak hadir di dunia ini untuk dirinya sendiri, tetapi untuk dunia.
Gereja hadir untuk membangun Kerajaan Allah di dunia ini
Berikut
akan diuraikan peranan awam dalam kerasulan eksternal dan interna
a.
Kerasulan dalam tata Dunia (eksternal)
Berdasarkan
panggilan khasnya, awam bertugas mencari Kerajaan Allah dengan mengusahakan
hal-hal duniawi dan mengaturnya sesuai dengan kehendak Allah. Mereka hidup
dalam dunia, yakni dalam semua dan tiap jabatan serta kegiatan dunia. Mereka
dipanggil Allah agar sambil menjalankan tugas khasnya dan dibimbing oleh
semangat Injil. Mereka dapat menguduskan dunia dari dalam laksana ragi (lih. LG
31)
Kaum
awam dapat menjalankan kerasulannya dengan kegiatan penginjilan dan pengudusan
manusia serta meresapkan dan memantapkan semangat Injil ke dalam “tata dunia”
sedemikian rupa sehingga kegiatan mereka sungguh-sungguh memberikan kesaksian
tentang karya Kristus dan melayani keselamatan manusia Dengan kata lain “tata
dunia” adalah medan bakti khas kaum aam. Hidup keluarga dan masyarakat yang bergumul
dalam bidang-bidang ipoleksosbudhamkamnas hendaknya menjadi medan bakti mereka.
Cukup
lama, bahkan samapai sekarang ini, masih banyak di antara kita yang melihat
kerasulan dalam tata dunia bukan sebagai kegiatan kerasulan. Mereka menyangka
bahwa kerasulan hanya berurusan dengan hal-hal rohani yang sacral, kudus, serba
keagamaan, dan yang menyangkut kegiatan-kegiatan dalam lingkup Gereja. Dengan
paham gereja sebagai “Tanda dan Sarana Keselamatan Dunia” yang dimunculkan oleh
gaudium et Spest, di mana otonomi dunia dan sifatnya yang secular diakui, maka
dunia dan lingkungannya mulai diterima sebagai patner dialog dapat saling
memperkaya diri. Orang mulai menyadari bahwa menjalankan tugas-tugas duniawi
tidak hanya berdasrkan alas an kewargaan dalam masyarakat atau Negara saja,
tetapi juga karena dorongan iman dan tugas kerasulan kita, asalkan dengan
motivasi yang baik. Iman tidak hanya menghubungkan kita dengan Tuhan, tetapi
sekaligus juga menghubungkan kita dengan sesame kita di dunia ini
b.
Kerasulan dalam Gereja (internal)
Karena
Gereja itu Umat Allah, maka Gereja harus sungguh-sungguh menjadi Umat Allah. Ia
hendaknya mengkonsolidasi diri untuk benar-benar menjadi Umat Allah itu. Ini
adalah tugas membangun gereja. Tugas ini dapat disebut kerasulan internal.
Tugas ini pada dasrnya dipercayakan kepada golongan hirarkis (kerasulan
hirarkis), tetapi awam dituntut pula untuk ambil bagian di dalamnya.
Keterlibatan awam dalam tugas membangun gereja ini bukanlah karena menjadi
perpanjangan tangan dari hirarki atau ditugaskan hirarki, tetapi karena
pembabtisan ia mendapat tugas itu dari Kristus. Awam hendaknya berpartisipasi
dalam tri tugas gereja.
1)
Dalam tugas nabiah (pewarta sabda), seorang awam dapat
mengajar
agama, sebagai katekis, memimpin kegiatan pendalaman Kitab Suci atau pendalaman
iman, dsb
2)
Dalam tugas imamiah (menguduskan), seorang awam dapat
Memimpin
doa dalam pertemuan umat, Memimpin koor atau nyanyian dalam ibadah, Membagi
komuni sebagi prodiakon, Menjadi pelayan putra Altar, dsb
3)
Dalam tugas Rajawi (pewarta sabda), seorang awam dapat:
Menjadi
angota dewan paroki, Menjadi ketua seksi, ketua lingkungan atau wilayah, dsb
c.
Hubungan Awam dan Hirarki
Mengenai
hubungan antara awam dan hiraki, perlu diperhatikan hal-hal berikut:
1) Gereja sebagai Umat Allah
Keyakinan
bahwa semua anggota warga Gereja memiliki martabat yang sama, hanya berbeda
fungsi dapat menjamin hubungan yang wajar antara semua komponen Gereja. Tidak
boleh ada klaim bahwa komponen-komponen tertentu lebih bermartabat dalam Gereja
Kristus dan menyepelekan komponen yang lainnya. Keyakinan ini harus
diimplementasikan secara konsekuen daam hidup dan karya semua anggota Gereja.
2) Setiap Komponen Gereja memiliki Fungsi yang
khas
Setiap
komponen Gereja memiliki fungs yang khas. Hirarki yang bertugas memimpin
(melayani) dan mempersatuakan Umat Allah. Biarawan/wati dengan kaul-kaulnya
mengarahkan Umat Allah pada dunia yang akan dating (eskatologis). Para awam
bertugas merasul dalam tata dunia. Mereka menjadi rasul dalam keluarga-keluarga
dan dalam masyarakat di bidang ipoleksosobudhamkamnas. Jika setiap komponen
gereja menjalankan fungsinya msing-masing dengan baik, maka adanya kerja sama
yang baik pasti terjamin.
3) Kerja sama
Walaupun
tiap komponen memiliki funsinya masing-masing, namun untuk bidang-bidang
tertentu, terlebih dalam kerasulan internal yaitu membangun hidup menggereja,
masih dibutuhkan partisipasi dan kerja sama dari semua komponen.Dalam hal ini
hendaknya hirarki tampil sebagai pelayan yang memimpin dan mempersatukan.
Pimpinan tertahbis, yaitu dewan diakon, dewan presbyter, dan dewan uskup tidak
berfungsi untuk mengumpulkan kekuasaan ke dalam tangan mereka, melainkan untuk
menyatukan rupa-rupa tipe, jenis, dan fungsi pelayanan (charisma( yang
ada.Hirarki berperan untuk memelihara keseimbangan dan persaudaraan di antara
sekian banyak tugas pelayanan. Para pemimpin tertahbis memperhatikan serta
memelihara keseluruhan visi, misi, dan reksa pastoral. Karena itu, tidak
mengherankan bahwa di antara mereka termasuk dalam dewan hirarki ini ada yang
bertanggungjawab untuk memelihara ajaran yang benar dan memimpin perayaan
sakramen-sakramen.
Struktur
Hierarkis Gereja yang sekarang terdiri dari dewan para Uskup dengan Paus
sebagai kepalanya, dan para imam serta diakon sebagai pembantu uskup
1.
Para Rasul
Sejarah
awal perkembangan Hierarki adalah kelompok keduabelas rasul. Inilah kelompok
yang sudah terbentuk waktu Yesus masih hidup. Seperti Paulus juga menyebutnya
kelompok itu " mereka yang telah menjadi rasul sebelum aku" (Gal
1:17). Demikian juga Paulus pun seorang rasul, sebagaimana dalam Kitab Suci
(1Kor 9:1, 15:9, dsb) Pada akhir perkembangannya ada struktur dari Gereja St.
Ignatius dari Antiokhia, yang mengenal "penilik" (Episkopos),
"penatua" (presbyteros), dan "pelayan" (diakonos). Struktur
ini kemudian menjadi struktur Hierarkis yang terdiri dari uskup, imam dan
diakon.
2.
Dewan Para Uskup
Pada
akhir zaman Gereja perdana, sudah diterima cukup umum bahwa para uskup adalah
pengganti para rasul, seperti juga dinyatakan dalam Konsili Vatikan II (LG 20).
Tetapi hal itu tidak berarti bahwa hanya ada dua belas uskup (karena duabelas
rasul). Disini dimaksud bukan rasul satu persatu diganti oleh orang lain,
tetapi kalangan para rasul sebagai pemimpin Gereja diganti oleh kalangan para
uskup. hal tersebut juga di pertegas dalam Konsili Vatikan II (LG 20 dan LG
22). Tegasnya, dewan para uskup menggantikan dewan para rasul. Yang menjadi
pimpinan Gereja adalah dewan para uskup. Seseorang diterima menjadi uskup
karena diterima kedalam dewan itu. itulah Tahbisan uskup, "Seorang menjadi
anggota dewan para uskup dengan menerima tahbisan sakramental dan berdasarkan
persekutuan hierarkis dengan kepada maupun para anggota dewan" (LG 22).
Sebagai sifat kolegial ini, tahbisan uskup belalu dilakukan oleh paling sedikit
tiga uskup, sebab tahbisan uskup berarti bahwa seorang anggota baru diterima kedalam
dewan para uskup (LG 21).
3.
Paus
Kristus
mengangkat Petrus menjadi ketua para rasul lainnya untuk menggembalakan
umat-Nya. Paus, pengganti Petrus adalah pemimpin para uskup. Menurut kesaksian
tradisi, Petrus adalah uskup Roma pertama. Karena itu Roma selalu dipandang
sebagai pusat dan pedoman seluruh Gereja. Maka menurut keyakinan tradisi, uskup
roma itu pengganti petrus, bukan hanya sebagai uskup lokal melainkan terutama
dalam fungsinya sebagai ketua dewan pimpinan Gereja. Paus adalah uskup Roma,
dan sebagai uskup Roma ia adalah pengganti Petrus dengan tugas dan kuasa yang
serupa dengan Petrus. hal ini dapat kita lihat dalam sabda Yesus sendiri : "Berbahagialah engkau Simon bin Yunus
sebab bukan manusia yang menyatakan itu kepadamu, melainkan Bapa-Ku yang di
sorga. Dan Akupun berkata kepadamu: Engkau adalah Petrus dan di atas batu
karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya.
Kepadamu akan Kuberikan kunci Kerajaan Sorga. Apa yang kauikat di dunia ini
akan terikat di sorga dan apa yang kaulepaskan di dunia ini akan terlepas di
sorga." (Mat 16:17-19).
4.
Uskup
Paus
adalah juga seorang uskup. kekhususannya sebagai Paus, bahwa dia ketua dewan
para uskup. Tugas pokok uskup ditempatnya sendiri dan Paus bagi seluruh Gereja
adalah pemersatu. Tugas hierarki yang pertama dan utama adalah mempersatukan
dan mempertemukan umat. Tugas itu boleh disebut tugas kepemimpinan, dan para
uskup "dalam arti sesungguhnya disebut pembesar umat yang mereka
bimbing" (LG 27). Tugas pemersatu
dibagi menjadi tiga tugas khusus menurut tiga bidang kehidupan Gereja.
Komunikasi iman Gereja terjadi dalam pewartaan, perayaan dan pelayanan. Maka
dalam tiga bidang itu para uskup, dan Paus untuk seluruh Gereja, menjalankan
tugas kepemimpinannya. "Diantara tugas-tugas utama para uskup pewartaan
Injilah yang terpenting" (LG 25). Dalam ketiga bidang kehidupan Gereja
uskup bertindak sebagai pemersatu, yang mempertemukan orang dalam komunikasi
iman.
5.
Imam
Pada
zaman dahulu, sebuah keuskupan tidak lebih besar daripada sekarang yang disebut
paroki. Seorang uskup dapat disebut "pastor kepala" pada zaman itu.
dan imam-imam "pastor pembantu", lama kelamaan pastor pembantu
mendapat daerahnya sendiri, khususnya di pedesaan. Makin lama daerah-daerah
keuskupan makin besar. Dengan Demikian, para uskup semakin diserap oleh tugas
oraganisasi dan administrasi. Tetapi itu sebetulnya tidak menyangkut tugasnya
sendiri sebagai uskup, melainkan cara melaksanakannya. sehingga uskup sebagai
pemimpin Gereja lokal, jarang kelihatan ditengah-tengah umat. melihat
perkembangan demikian, para imam menjadi wakil uskup. "Di masing-masing
jemaat setempat dalam arti tertentu mereka menghadirkan uskup. Para imam
dipanggil melayani umat Allah sebagai pembantu arif bagi badan para uskup,
sebagai penolong dan organ mereka" (LG 28). Tugas konkret mereka sama
seperti uskup: "Mereka ditahbiskan untuk mewartakan Injil serta
menggembalakan umat beriman, dan untuk merayakan ibadat ilahi"
6.
Diakon
"Pada
tingkat hiererki yang lebih rendah terdapat para diakon, yang ditumpangi tangan
'bukan untuk imamat, melainkan untuk pelayanan'" (LG29). Mereka pembantu
uskup tetapi tidak mewakilinya. Para uskup mempunyai 2 macam pembantu, yaitu
pembantu umum (disebut imam) dan pembantu khusus (disebut diakon).
COMMENTS