1. Arti persahabatan diantara kaum remaja Syarat-syarat dan sikap-sikap yang dibutuhkan dalam persahabatan antara lain sebagai beriku...
1. Arti persahabatan diantara kaum remaja
Syarat-syarat dan sikap-sikap
yang dibutuhkan dalam persahabatan antara lain sebagai berikut :
a. Sikap
saling mencintai, misalnya :
ü
Selalu
mau membantu,
ü
Selalu
rela berkorban tanpa perhitungan,
ü
Tahu
bertenggang rasa
b.
Sikap saling percaya, misalnya :
ü
Beran
membuka diri, menceritakan suka duka hidup;
ü
Selalu
mau memberi pujian dan kritik secara jujur.
c.
Sikap saling menghormati, misalnya :
ü
Menerima
teman seadanya, dengan segala kelebihan dan kekurangannya
ü
Suka
mendengar, menerima segala tindakan ucapannya sebagai sesuatu yang penting
ü Tidak memperalat
Setiap orang umumnya memiliki tokoh idola. Orang
mencoba meniru kehidupan tokoh idolanya. Bahkan pakaiannya, dandannya, tingkah
lakunya, dan sikapnya senantiasa ditiru. Orang ingin menjadi seperti tokoh.
Kita memang membutuhkan tokoh idola untuk dapat kita jadikan panutan dalam
hidup kita.
Yang paling penting yang dapat kita pelajari dari tokoh panutan ita itu adalah ajarannya, kepribadiannya, dan perbuatan-perbuatannya yang kita anggap luhur.’
2. Tokoh Yesus sebagai
Sahabat Sejati dan Idola Kaum Remaja
Apapun rumusannya, Yesus baru berarti bagiku jika Ia
menjadi Yesusku, Yesus bagiku. Bukan Yesus hafalan dari pelajaran agama atau
dari kotbah atau dari rumusan-rumusan doa, tetapi Yesus yang menyangkut
pribadiku. Itulah Yesus yang berarti bagiku. Apa yang disampaikan dalam
pelajaran agama, kotbah, ataupun rumusan-rumusan doa baru memiliki arti jika
dihayati secara pribadi dalam kehidupan setiap hari.
a)
Yesus Saya Hayati sebagai Sahabat yang Sejati
Yesus
saya andalkan sebagai sahabat yang sejati, karena sikap-Nya terhadap para rasul
sungguh-sungguh dihayati-Nya sebagai sahabat. Aku tidak lagi menyebut kamu
hamba, sebab hamba tidak tahu apa yang diperbuat oleh tuannya, tetapi “AKU
MENYEBUT KAMU SAHABAT” (Yoh. 15:15).
ü Untuk memupuk persahabatan-Nya
dengan para rasul, Yesus menuntut kepercayaan dari
mereka. (Sebutkanlah ayat-ayat itu!). sebaliknya, Ia sendiri sangat
mempercayai rasul-rasul-Nya, walaupun sulit dimengetri. Misalnya : yesus
mempercayakan tugas-tugas penting kepada Petrus, padahal Petrus berulang kali
tidak pantas dipercayai. (Perikope manakah itu?). Yesus sungguh
mempercayai sahabat-sahabat-Nya. Kepercayaan itu pula yang sangat dibutuhkan
kaum remaja. Yesus akan tetap mempercayai kita, walaupun mungkin kita telah
mengecewakan-Nya berulang kali.
ü Yesus sangat menghormati kawan-kawannya,
walaupun mereka datang dari masyarakat kalangan bawah. Yesus menerima mereka
seperti adanya. Yesus membuka seluruh rahasia diri-Nya dan tugas perutusan-Nya.
“Aku menyebut kamu sahabat, karena Aku telah memberitahu pada kamu segala
sesuatu yang telah Kudengar dari Bapa-Ku” (Yoh 15:15). Inilah sikap seorang
sahabat yang sejati.
ü Yesus menuntut cinta dari
sahabat-sahabat-Nya (Avat-ayat manakah itu?) Yesus juga
mencintai mereka tanpa batas. Cinta yang penuh pengampunan (Ayat-ayat
mana yang menunjukkan hal itu) dan cinta yang penuh pengorbanan,
bahkan sampai kepada korban nyawa (Ayat manakah yang menunjukkan hal
itu?)
b)
Yesus adalah Idola Sejati bagi Kaum Remaja
Yesus
adalah tokoh yang dapat dijadikan panutan bagi kaum remaja. Kepribadian-Nya,
ajaran-Nya, dan tindakan-Nya dapat kita jadikan panutan dalam hidup kita!
Ciri-ciri kepribadian Yesus
antara lain adalah sebagai berikut:
Ø
Yesus dekat dengan sesama
Yesus berasal dari desa Nazareth, dari keluarga yang
sederhana. Ketika menjadi orang yang termasyur, la tidak lupa asal-Nya.
Ia tidak
tinggal di lingkungan tertutup, di kawasan elite yang aman.
la hidup di
tengah-tengah masyarakat, menjelajahi kata dan desa, daerah gunung, clan
pantai. Ia ada di tengah-tengah suka duka hidup manusia. Dalam suasana gembira
pesta nikah, la tidak sungkan untuk turut bergembira dan mengambil bagian di
dalamnya (lih. Yoh 2: 2-12). Dalam suasana pedih karena
menderita sakit, la turut merasa sakit dan menawarkan penyembuhan (lih. Mat
8: 14-17). Pada saat sesama-Nya lapar, Ia berusaha untuk mengenyangkan
mereka (lih. Mrk 6: 30-44). la prihatin terhadap sesama-Nya
yang terlantar, seperti domba tak bergembala.
Semakin terlibat dengan manusia, la semakin mengerti
kesulitan dan kebutuhan mereka. Sebab itu, la mengawali warta-Nya bukan dengan
instruksi dan ancaman, tetapi dengan warta tentang kasih dan pengampunan.
Manusia dan prospek masa depannya menjadi pusat perhatian Yesus.
Ia mendalami
pengalaman-pengalaman-Nya sendiri dan pengalaman sesama-Nya, kemudian mengajak
para pendengar-Nya untuk menemukan nilai-nilai Kerajaan Allah di dalamnya.
Pengajaran
Yesus sungguh praktis dan manusiawi. Berulang-ulang Ia berbicara tentang
kebersamaan dan kasih sayang. Yesus berbicara dalam bahasa yang mudah
dimengerti, apalagi la sering memakai perumpamaan yang dipetik dari pengalaman
dan kehidupan sehari-hari. Ia tidak pernah berbicara
dalam rumusan-rumusan yang muluk-muluk dan sukar dimengerti. Cara berbicara
dan isi pembicaraan-Nya berkaitan erat dengan hidup masyarakat pada umumnya.
Singkatnya, seluruh cara dan sikap hidup Yesus,
sampai dengan isi dan tutur kata-Nya menunjukkan bahwa la sangat “dekat”
dengan, sesama-Nya, khususnya rakyat biasa yang sederhana.
Ø
Yesus sangat “terbuka” terhadap
siapa saja yang datang kepada-Nya
Karena Yesus dekat dengan sesama-Nya, maka Ia juga
sangat terbuka kepada siapa saja yang datang kepada-Nya.
Ia bergaul
dengan semua orang. la tidak
membeda-bedakan orang yang yang dijumpai-Nya dan yang datang kepada-Nya.
la akrab
dengan para imam (lih. Yoh 7: 42-52), para penguasa, bahkan
penjajah (lih. Mrk 7: 1-10) yang beritikad baik.
Ia akrab
pula dengan para pegawai pajak yang korup (llih. Lk 19: 1-10).
Ia menyapa (JW : “nguwongke”) para wanita “nakal” (lih. Luk 7:
36-50) dan para penderita penyakit yang berbahaya.
Ø
Yesus juga bergaul dan menyapa
para pendosa dan kaum wanita.
Pertama: Sikap Yesus kepada kaum
pendosa
Bagi
orang Yahudi dosa itu menular seperti kuman. Kena bayangan seorang berdosa,
tinggal serumah dengan orang jahat, apalagi makan bersama mereka berarti kena
dosa itu sendiri, menjadi orang berdosa. Maka, seorang yang saleh tidak boleh
bergaul dengan orang yang tidak saleh. Seorang Yahudi akan rusak namanya jika
la berhubungan dengan orang kafir. Seorang yang beragama baik dianggap murtad
jika dia kontak dengan orang yang tidak beragama.
Yesus
justru bergaul dengan para pegawai pajak yang dianggap oleh umum sebagai
koruptor dan pemeras. Yesus bertemu dan menyapa orang-orang setengah kafir
seperti bangsa Samaria dan mendatangi negeri-negeri orang kafir dan berbicara
akrab dengan mereka (lih. Mat 15:21-28).
Kedua : Yesus bergaul dengan
wanita
Anggapan masyarakat Yahudi, wanita itu penggoda.
Maka, orang laki-laki, lebih-lebih guru agama, tidak boleh berbicara dengan
orang perempuan yang belum dikenalnya.
Yesus
justru bergaul dengan wanita. Bahkan, ada wanita-wanita tertentu yang tetap
mengikuti-Nya kemana pun Dia pergi. Yesus menyapa dan bergaul dengan
wanita-wanita kafir yang belum dikenal-Nya seperti wanita Samaria itu.
Yesus bukan saja bergaul dengan sembarang wanita,
tetapi juga berusaha untuk membela wanita-wanita sundal, juga wanita yang
tertangkap basah sedang berbuat dosa (lih. Yoh. 8, 1-11).
Dari
contoh-contoh di atas menjadi jelas bagi kita bahwa pergaulan Yesus sangat
terbuka. Yesus berusaha untuk merangkul semua orang. Yesus tidak mau terikat
oleh peraturan yang diskriminatif.
Ø
Yesus berani membela kebenaran
dan keadilan secara konsekuen
Kehidupan rakyat jelata semasa Yesus sungguh parah.
Mereka ditindas dan dihimpit oleh para penguasa dan pemimpin-pemimpin agama.
Yesus berani membela rakyat kecil yang menderita. Yesus tidak pernah bungkam
terhadap praktek-praktek sosial yang tidak adil dalam bentuk apapun. Yesus
tidak berdiam diri atau bersikap kompromis terhadap k.aum penguasa yang
menindas. Yesus juga tidak segan-segan mengkritik mereka yang berpakaian halus
di istana (lih. Mat 11: 8). la mengecam raja-raja yang
menindas rakyat.
Ia mengecam
penguasapenguasa yang menyebut diri “pelindung rakyat” (lih. Luk
22: 25). Ia tidak takut menyebut raja Herodes sebagai serigala (lih. Luk
13: 32).
Yesus berani mengatakan dengan terus terang kepada
ahli-ahli Taurat, orang-orang Farisi, dan kaum munafik. dan orang-orang yang
munafik. “Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kaum
orang-orang munafik, sebab kamu sama seperti kuburan yang dilabur putih, yang
sebelah luarnya memang tampak bersih, tetapi sebelah dalamnya penuh dengan
tulang-belulang dan berbagai jenis kotoran. Demikian jugalah kamu, di sebelah
luar kamu tampaknya benar di mata orang;-tetapi di sebelah dalam kamu penuh
dengan kemunafikan dan kedurjanaan” (Mat 23: 27-28).
Ia berani membela rakyat kecil dengan mengkritik dan
menyerang setiap penindasan dan ketidakadilan walaupun penuh risiko bagi
hidup-Nya. Walaupun demikian, Yesus bukanlah seorang tokoh revolusioner yang
mau mengubah keadaan sosial dan politik masa itu. Yesus melakukan An semua
dalam rangka mewartakan Kabar Gembira, “Kerajaan Allah”. Kritik yang tajam
terhadap para penguasa yang menindas rakyat tidak bernada politis dan
perjuangan kelas. Yesus hanya mau menegakkan nilai-nilai Kerajaan Allah, yakni
keadilan, cinta kasih, dan perdamaian. Para penguasa dan pemimpin-pemimpin
agama harus menegakkan nilai-nilai itu. Mereka harus melayani rakyat kecil,
bukan menindasnya!
Ø
Yesus adalah orang yang sungguh “beriman”
Yesus sangat terbuka terhadap siapa saja yang
dijumpai-Nya dan yang datang kepada-Nya. Akibatnya, Yesus dianggap melanggar
ketentuan adat kebiasaan masa itu. Walaupun demikian, Yesus tetap berani
mengkritik dan menghadapi para penguasa dan para pemimpin agama yang bertindak
tidak adil terhadap rakyat kecil. Mengapa Yesus begitu berani? Apakah Dia
punya backing? Yesus memang punya backing, yakni
Allah sendiri.
Yesus mempunyai gambaran tentang Allah yang unik,
yakni Allah yang dekat. Allah yang dekat itu bukan hakim yang harus ditakuti,
melainkan ibarat bapa yang balk, yang merangkul anak-analcnya dengan penuh
cinta. Oleh karena itu, Yesus mengajak para pengikut-Nya untuk menyebut Allah
“Abba”. Abba adalah sebutan anak kecil kepada bapanya, dalam bahasa kita dapat
diterjemahkan dengan “papa” atau “papi”.
Sebagai Bapa yang baik, Yesus percaya bahwa Allah
tidak pandang bulu, tidak membetiakan si miskin dan si kaya, si saleh dan si
pendosa, yang balk dan yang jahat, Yahudi dan bukan Yahudi. Semua dirangkul,
asal mereka terbuka terhadap cinta-Nya. Yesus sungguh menghayati Allah yang
dekat itu dan yang memanggil-Nya untuk melakukan kehendak-Nya pada setiap
situasi konkret. Beriman kepada Allah berarti menyadari kehadiran-Nya di dalam
kehidupan kita sehari-hari, mendengarkan panggilan-Nya dalam setiap situasi
konkret dan berusaha menjawab panggilan-Nya sebaik-baiknya. Itulah yang dibuat
oleh Yesus. Yesus mengutamakan panggilan dan kehendak Allah dalam setiap
situasi, apa pun risiko dan tantangannya.
Yesus menghayati Allah yang dekat tidak semudah
seperti yang kita bayangkan. Yesus pernah juga merasakan Allah yang jauh
ketika menghadapi saat-saat genting yang mengancam dan membahayakan hidup-Nya.
Di taman Zaitun itu, Yesus pernah berdoa: “Ya, Bapa, kalau boleh, jauhkanlah
daripada-Ku penderitaan yang harus Aku alami ini, tetapi jangan menurut
kemauan-Ku, melainkan menurut kemauan Bapa” (bdk Luk 22: 42).
Bahkan, ketika Yesus disalib di Golgota Ia merasa ditinggalkan Allah. Yesus
berkata, “Ya Allah, Ya Allahku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?” (bdk.
Mat 27:46).
Iman selalu merupakan tantangan. Iman menjadi
cemerlang justru dalam tantangan. Sebagai seorang beriman, Yesus dapat
mengatasi semua tantangan.
Yesus
sungguh-sungguh idola bagi kita, kaum remaja, terutama pada zaman yang penuh
tantangan ini.
COMMENTS