Hari Kamis Putih mengawali Trihari Paskah. Intinya, hari Kamis Putih mengenangkan peristiwa perjamuan malam terakhir Yesus dengan para murid.
Kata 'kenangan' atau 'mengenangkan' yang kita gunakan merupakan terjemahan dari kata Yunani 'anamnesis'. Kata “kenangan” di sini bukanlah dalam pengertian populer sehari-hari, seperti lagu kenangan, tempat kenangan, hadiah kenangan dll. Dalam pengertian Kitab Suci, kata anamnesis atau kenangan menunjuk pada dinamik penghadiran peristiwa karya keselamatan Allah di tempat ini dan sekarang ini (hic et nunc).
Ada beberapa peristiwa penting yang terjadi pada Malam Kamis Putih. Pertama, Yesus mengadakan perjamuan terakhir dengan para muridnya. Kedua, dalam perjamuan tersebut, Yesus membasuh kaki para muridnya sebagai bentuk pengajaran dalam hal pelayanan atas dasar cinta kasih. Ketiga, pada malam ini juga Yesus berdoa kepada Bapa-Nya di taman Getsemani. Keempat, tepat di taman Getsemani, Yudas Iskariot menyerahkan Yesus kepada para algojo untuk ditangkap.
Yesus Menekankan Cinta Kasih: Hiduplah Dalam Damai Sejahtera Satu Sama Lain
Ritual Pembasuhan Kaki
Pada setiap perayaan Kamis Putih Gereja mengulang ritual pembasuhan kaki, sebagaimana yang dulu dilakukan Yesus bagi para murid-Nya sebelum Ia wafat di salib. Dalam masa pandemi ini, ketika kontak fisik mendatangkan resiko penularan virus, bagaimana ritual ini dapat dirayakan?
Ritual tersebut sangat hidup dalam tradisi umat Kristiani. Meniru tindakan Yesus, ritual itu dilakukan sebagai ungkapan kerendahan hati, semangat saling melayani, dan saling memaafkan. Dalam hal ini pembasuhan kaki tidak hanya dilakukan di Gereja sebagai ritus liturgi pada Kamis Putih, di mana imam berperan sebagai wakil Kristus, dan 12 umat sebagai simbol 12 rasul.
Ritual pembasuhan kaki sering dilakukan misalnya pada saat retret, rekoleksi, tahun baru, atau kesempatan lain. Keluarga atau komunitas religius dapat melakukannya. Ritual ini dapat dirangkai dengan sebuah Ibadat Sabda atau doa bersama, jadi tidak harus dalam perayaan Ekaristi.
Pakar Injil Yohanes, Raymon Brown mengatakan bahwa ritual simbolik pembasuhan kaki merupakan praktek “sakramentali”, jadi bukan sakramen (The Gospel According to John, 558). Air pembasuhan dapat dimaknai sebagai simbol air baptis yang membersihkan. Simbol ini pun mendapat makna yang lebih tegas pada darah Kristus sendiri (19: 34), darah Perjanjian Baru dan kekal.
Penginjil Yohanes mengisahkan bahwa pembasuhan kaki diadakan sebelum hari raya Paskah Yahudi; dan pada saat itu “Yesus telah tahu bahwa saatnya sudah tiba untuk beralih dari dari dunia ini kepada Bapa” (13: 1). Dikatakan pula bahwa pembasuhan itu diadakan dalam konteks sebuah perjamuan. Dari pihak Yesus, setting situasi ini mengungkapkan bahwa Ia “senantiasa mengasihi murid-murid-Nya…sampai kepada kesudahannya” (13:1).
Yesus Menetapkan Ekaristi
Dengan kisah pembasuhan kaki dalam perjamuan malam perpisahan (13: 1-20), Yohanes sebenarnya tetap menyampaikan makna pokok Ekaristi, yaitu penyerahan diri Yesus bagi keselamatan semua orang dan perendahan diri hingga wafat-Nya. Sebagai Guru dan Tuhan, Ia tidak hanya memberi ajaran moral, tetapi memberi teladan bagi para murid-Nya dengan gesture agar mereka mengerti (13: 12) dan melakukan sebagaimana yang telah Ia lakukan (12: 13-15).
Dalam perjamuan itu, Yesus membagi-bagi roti kepada murid-muridnya. Ia juga meminum anggur, lalu para murid pun meminum anggur dari cawan yang sama. Roti dan anggur melambangkan Tubuh dan Darah Yesus, akan akan menjadi makanan rohani kita setiap kita mengikuti perayaan Ekaristi.
Tuguran Sakramen Mahakudus
Jika kita melihat rangkaian kisah Paskah dalam Alkitab, ada satu peristiwa lagi di antara perjamuan terakhir dan penangkapan Yesus. Peristiwa tersebut terjadi di taman Getsemani. Setelah perjamuan terakhir, Yesus dan para murid-Nya pergi dan sampai di Getsemani. Yesus kemudian mengajak tiga murid-Nya yaitu Petrus, Yakobus, dan Yohanes lalu meninggalkan yang lainnya. Ketiga murid-Nya ini diminta untuk berjaga-jaga sementara Yesus pergi menyendiri untuk berdoa. Dikisahkan bahwa Yesus berdoa agar cawan itu lalu dari pada-Nya jika memang Allah menghendaki. Namun, Yesus kembali menyerahkan segala keputusan ke dalam tangan Allah sesuai ayat Alkitab tentang berserah. Yesus sempat menengok sebentar ke para murid-Nya dan mereka didapati sedang tertidur.
Peristiwa di taman Getsemani ini lah yang kemudian diperingati dalam tuguran Kamis Putih. Tuguran Kamis Putih mengajak kita untuk menjadi para murid yang diundang Yesus untuk terus berjaga-jaga dalam doa. Ingatlah perintah Yesus kepada Petrus, Yakobus dan Yohanes.
Markus 14:38 Berjaga-jagalah dan berdoalah, supaya kamu jangan jatuh ke dalam pencobaan; roh memang penurut, tetapi daging lemah.”
Oleh karena itu, saat tuguran Kamis Putih, umat Katolik akan diundang untuk mengheningkan diri. Umat diajak untuk tetap diam, tetapi terus berjaga-jaga dalam doa. Inilah pesan penting yang ingin disampaikan dalam tuguran Kamis Putih. Jemaat diajak untuk belajar terus berjaga-jaga dalam doa, dalam keheningan, agar tidak jatuh dalam pencobaan sebagai bentuk penyembahan yang benar menurut Alkitab.
COMMENTS